Breaking News
recent

Inspirasi : Belajar dari Seorang Pedagang Mie Ayam

Mie ayam Warung mie ayam di pinggir Jl. Patimura, Wiradesa, Pekalongan itu relatif kecil, berukuran sekitar 4 x 4 meter. Sore itu empat meja lesehan kecil di dalamnya tanpa pembeli. Di pojok ruangan, Mas Harso, demikian pedagang mie ayam itu biasa dipanggil, terlihat sedang duduk menekuri ponselnya, mengetikkan sesuatu ke dalam layar kecilnya. Mungkin, hampir semua orang tidak akan menduga sama sekali bahwa sambil menunggu pelanggannya, dia sebenarnya sedang menulis novel terbarunya.

Tidak banyak yang tahu jika pria 37 tahun itu sudah menghasilkan 7 judul buku: 6 buku sudah terbit dan 1 buku akan diterbitkan tak lama lagi oleh sebuah penerbit besar nasional; belum lagi karya-karya lainnya yang diterbitkan di surat kabar, majalah, dan antologi bersama, yang jumlahnya tak terhitung.

Saya mengenal pria yang kini dikaruniai dua anak itu beberapa tahun yang lalu, dengan nama Aveus Har, yang dengan nama itu pula dia menuliskan karya-karyanya selama ini. Saat itu, melalui wadah Komunitas Rumah Imaji, Aveus bersama rekan-rekannya memprakarsai penerbitan buku berjudul “Cikal: Bunga Rampai Sastra Remaja dan Pelajar Kab. Pekalongan”, sebuah pencapaian yang luar biasa waktu itu. Mendengar bahwa selain menulis, kegiatan sehari-hari Aveus adalah berdagang mie ayam, saya langsung kagum. Menulis, terutama karya fiksi, merupakan salah satu hal paling buncit dalam prioritas kebanyakan orang, apalagi di Pekalongan, kota kecil yang iklim sastra dan literasinya belum berkembang waktu itu—dan mungkin hingga kini. Bahwa di sela-sela berjualan mie ayam, Aveus Har berhasil melahirkan karya-karyanya, bagi saya itu sesuatu yang luar biasa.

Mie ayam Namun, beberapa tahun berselang, baru Selasa sore itu, 4 November 2014, saya berkesempatan mengunjungi warung mie ayamnya. Warung yang sekarang ditempatinya adalah lokasi kedua, setelah lokasi yang pertama di pinggir jalan raya pantura dibangun lampu merah sehingga tidak memungkinkan untuk dijadikan tempat jualan. Di situ dia bercerita bahwa karya terbarunya yang berjudul “Flawless Hope” berhasil memenangkan juara pertama lomba penulisan novel Bentang Populer bertema “Wanita dalam Cerita”. Kabarnya, Desember ini novel tersebut akan terbit, dengan judul “Sejujurnya Aku”.

Bagaimana dia menulis dengan jadwal buka warung dari pukul 11 pagi sampai pukul 8 malam itu? Ketekunanlah jawabannya. Setiap hari, di sela menunggu pelanggan, dia menulis bab demi bab novelnya menggunakan sebuah ponsel berfitur standar, yang kemudian disalinnya ke dalam komputer seusai warungnya tutup dan sebelum mempersiapkan kebutuhan jualan untuk hari berikutnya.

“Saya belajar menulis kira-kira sejak SMP, waktu itu di mading sekolah. Pertama kali karya dimuat adalah di majalah Ceria Remaja,” kenangnya. “Sayangnya, beberapa bulan setelah memuat karya itu, majalahnya berhenti terbit.” Beruntung dia sempat menyimpan edisi majalah yang memuat karyanya tersebut, yang didapatnya dari seorang teman yang kebetulan penjual koran. Dia juga sempat menunjukkan majalah itu kepada teman-temannya, sewajarnya penulis yang bangga karyanya berhasil dimuat di media massa. Setelah itu, karya-karya awalnya terbit di beberapa majalah dan surat kabar, di antaranya, Aneka, Kawanku, Wow, Anita Cemerlang, dan lain-lain, yang sebagian besar kini sudah berhenti terbit; juga di banyak antologi bersama.

Banyak dari kita yang sering kali berdalih tidak punya waktu untuk menulis seharusnya belajar dari Aveus Har. Rutinitas sehari-harinya yang jauh dari dunia buku dan tulis-menulis tidak menjadi alasan baginya untuk tidak berusaha menyusun dan mengolah kata-kata menjadi sebuah cerita dalam buku. Baginya, menulis adalah hasrat, obsesi, gairah, mimpi yang kesemuanya menyatu menjadi masakan lezat dan bergizi bagi kebahagiaan diri. Kebahagiaan yang ingin dibagikan kepada pembaca melalui karya-karyanya.

Mie ayamSelain novel yang sudah disebutkan di atas, buku-buku yang sudah diterbitkannya adalah: kumpulan cerpen “Lintang”, novel “Pangeran Langit”, novel anak “Asibuka! Mantra Rahasia”, buku “Yuk Menulis Diary, Puisi, dan Cerita Fiksi” (keempatnya diterbitkan oleh Penerbit Andi) serta novel “Sorry That I Love You” dan novel “Roller Coaster Cinta” (keduanya diterbitkan oleh Media Pressindo Group).

Suatu saat, jika Anda berkesempatan bertandang ke warung mie ayamnya, barangkali setelah berbelanja batik di International Batik Center (IBC) Pekalongan yang memang tak jauh dari situ, sambil menikmati semangkuk Mie Ayam Mas Harso, Anda sekaligus bisa belajar tentang proses kreatif seorang penulis novel. Tidak mahal, cukup dengan Rp. 7.500 untuk semangkuk mie ayam dan segelas teh hangat, barangkali Anda akan memperoleh ilmu dan motivasi menulis yang tidak kalah dengan yang akan Anda peroleh di seminar dan lokakarya penulisan berbayar mahal. Dan tentu saja, Mas Harso akan merasa senang jika selain menikmati mie ayamnya, Anda juga menikmati novel terbarunya saat sudah terbit nanti.

Masih beralasan tidak punya waktu untuk menulis?

Lihat hasil karyanya disini

Sumber
STS

STS

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.