Breaking News
recent

Kisah Dari Negeri 1003 Malam : Negeri Ironesia

 

Dongeng Negeri 1003 Malam :

NEGERI IRONESIA

Di Benua Asial bagian Timur Selatan, terdapatlah sebuah negeri kepulauan yang sangat luas, kaya raya, indah dan tanahnya pun sangat subur. Ironesia namanya, sebuah negeri yang telah membuat banyak petinggi negeri dari berbagai penjuru dunia jatuh hati dan ingin menguasainya.

Semenjak dahulu kala Ironesia sudah menjadi rebutan para imperialis dan kolonialis dunia. Mereka sangat bernafsu menguasai negeri ini karena berbagai kekayaan alam dan keistimewaannya yang tidak dimiliki oleh negeri lain. Dalam sejarahnya, negeri ini tercatat pernah ratusan tahun dijajah silih berganti oleh beberapa negeri lainnya seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Jepang.

Menurut buku "Babad Tanah Ironesia" negeri Ironesia semenjak dahulu dihuni oleh suatu bangsa yang bernama Ironesia. Bangsa ini sangat unik karena terdiri dari berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial, budaya, bahasa dan agama yang beragam. Dikarenakan adanya kesamaan nasib sebagai negeri jajahan dan kesamaan tujuan untuk menjadi bangsa merdeka yang bebas menentukan masa depannya sendiri maka berbagai suku bangsa tersebut bergabung dan melebur menjadi satu bangsa besar yang bernama Ironesia. Sebuah bangsa besar yang berdiri kokoh siap berjuang bersama dengan semboyan "Banyak Tetapi Satu Beda Tetapi Sama".

Demi memperjuangan cita-cita luhurnya maka para Raja-raja di sekitar wilayah Ironesia secara iklas dan sukarela melepaskan semua simbol-simbol, kekuasaan, wilayah, sejarah dan hak ulayat yang melekat dalam dirinya dan menyerahkan semuanya kepada para pendiri bangsa. Tak hanya itu, merekapun rela mempertaruhkan nyawa berjuang bersama demi tegaknya harkat dan martabat sebuah bangsa yang bernama Ironesia.

KETIKA SANG RAJA MENGGUGAT

Sejak proklamasi kemerdekaan hingga beberapa dasawarsa setelahnya ternyata mimpi keadilan dan kemakmuran sebagaimana yang dicita-citakan tak jua kunjung dirasakan. Meskipun negeri Ironesia sangat kaya raya dan memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan negeri lainnya namun semua kekayaan yang berlimpah itu ternyata tidak serta merta dapat memakmurkan rakyatnya.

Dengan adanya pengkhianatan terhadap tujuan awal pendirian bangsa Ironesia, prinsip-prinsip keadilan, etika dan moral yang menjadi landasan perjuangan maka apa yang dahulu dicita-citakan sampai sekarang masih tetap menjadi mimpi yang belum pernah menjadi kenyataan. Mimpi anak-anak bangsa yang masih tetap setia pada apapun titah para raja junjungannya.

Lihatlah, sekelompok rakyat negeri Ironesia yang secara turun temurun telah berjuang dan terlibat langsung dalam perang kemerdekaan, kini mereka hanya mampu diam termangu di tepi hutan ilalang. Di penghujung usianya para pejuang tua itupun masih tetap setia menunggu turunnya cahaya pertanda waktu perubahan tiba. Perubahan bukan untuk dirinya tetapi untuk anak cucu yang akan ditinggalkannya kelak.

Demikian pula keturunan para raja yang dahulu telah menyerahkan semua sejarah beserta simbol-simbol, kekuasaan, wilayah, rakyat dan semua hak ulayat yang dikuasainya. Kini merekapun hanya bisa pasrah bersimpuh mengelus batu prasasti yang kelak akan menjadi saksi. Apa yang dirasakan dan yang terjadi sungguh berbeda dengan mimpi yang diceritakan oleh para pendahulunya. Cerita para pendiri bangsa Ironesia tentang negeri adil makmur dan sentosa yang telah ditunggunya selama beberapa generasi, sampai kini tak pernah ada wujudnya. Semua hanya tinggal cerita tentang cita-cita yang telah terbang dibawa angin, meninggalkan perasaan berdosa dan hutang janji kepada rakyatnya yang setia.

Terbelenggu Penjajahan Baru

Tak ada yang lebih menyakitkan dari pengkhianatan yang dilakukan oleh kawan sejalan, demikianlah yang kini dirasakan oleh para ahli waris kerajaan beserta rakyatnya terhadap para ahli waris para pendiri bangsa Ironesia.

Proklamasi kemerdekaan yang dahulu dimaknai bersama sebagai pintu gerbang menuju kemakmuran sebagaimana sabda pendiri bangsa, ternyata kini telah berubah menjadi pintu gerbang penjajahan baru yang terasa lebih menyakitkan. Yah, jauh lebih menyakitkan dari kolonialisme manapun yang pernah ada di negeri Ironesia!

Dahulu, pada masa kolonial semua rakyat bisa bersatu melawan dan mengusir penjajah keluar dari negeri ini. Kini perlawanan serupa tidak mungkin bisa dilakukan lagi karena "penjajah baru" yang sekarang menjajah adalah merupakan bagian dari bangsa sendiri yang tak mungkin bisa diusir.

Dahulu mereka mengenal "perang melawan penjajah", kalau sekarang mereka melakukan hal yang sama maka sejarah akan mencatatnya sebagai perbuatan "makar terhadap pemerintahan yang syah".

Dahulu, saat mereka melakukan pemberontakan terhadap penjajah, sejarah mencatatnya sebagai "pejuang atau patriot bangsa" dan bila meninggal merekapun akan mendapat gelar "pahlawan". Apa yang akan terjadi bila mereka sekarang melakukan pemberontakan terhadap "penjajah baru"? Yang pasti, jeratan pasal-pasal makar telah menanti.

Suku-suku Bangsa Ironesia, Antara Ada dan Tiada


Dengan melihat sistem pemerintahan dan sistem politik yang berlaku di negeri Ironesia sekarang ini maka sangat jelas terlihat adanya upaya yang sistematis dan konstitusional untuk menghapuskan sama sekali peran suku bangsa sebagai suatu entitas di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sistem yang ada sama sekali telah mengabaikan dan tidak memberikan ruang sedikitpun atas keterwakilan berbagai suku bangsa dalam proses bernegara dan berbangsa. Sungguh ironis, suku-suku bangsa sebagai tiang utama yang menyangga keberadaan bangsa Ironesia justru diabaikan oleh bangsa yang disangganya. Padahal sejatinya ruh bangsa Ironesia adalah terletak pada keberadaan suku-suku bangsa yang ada di dalamnya dan bukan keberadaan partai politik yang ada di dalamnya. Bubarnya partai politik yang ada tidak akan membubarkan bangsa tetapi bubarnya suku-suku bangsa yang ada dalam tubuh bangsa Ironesia maka hal itu dapat dipastikan akan membubarkan bangsa Ironesia.

Bukankah kata "banyak" dan "beda" dalam semboyan "Banyak Tetapi Satu Beda Tetapi Sama" dahulu dimaksudkan sebagai pernyataan tekad bahwa meskipun banyak dan berbeda-beda suku bangsa, agama dan budaya tetapi tetap satu bangsa yang sama yaitu Ironesia? Mengapa "banyak" dan "beda" itu sekarang diubah menjadi banyak dan beda perihal partai politik? Dengan berbagai kepentingannya, mungkinkah persatuan diantara berbagai partai politik bisa ada dan berjalan langgeng ?

Dimanakah puluhan partai politik yang sekarang menguasai bangsa Ironesia pada masa penjajahan dahulu? Apakah kontribusi dan peran partai-partai itu dalam pembentukan bangsa Ironesia? Bukankah ruh bangsa Ironesia adalah suku-suku bangsa yang ada di dalamnya dan bukan partai-partai itu?

KETIKA KEMERDEKAAN BERBUAH IRONI

Sungguh malang nasib para Raja beserta seluruh rakyatnya dan warga suku-suku bangsa pembentuk negeri Ironesia. Mengharapkan keadilan dan kemakmuran dari negeri yang telah diperjuangkannya ternyata bagai pungguk merindukan bulan. Kemerdekaan sebuah bangsa yang telah diperjuangkan dengan segenap jiwa raga ternyata tak dapat memerdekakan dan merubah hidup Sang Raja beserta rakyatnya. Tangis penderitaan masih tetap nyaring terdengar sama seperti dahulu pada waktu masih dijajah bangsa lain. Bedanya, kini semua simbol-simbol, kekuasaan, wilayah, sejarah dan hak ulayat yang melekat dalam dirinya selaku Raja telah musnah. Semuanya telah berpindah tangan kepada para penguasa kerajaan-kerajaan baru yang bernama Partai Politik. Itulah pengkhianatan terhadap tujuan awal pendirian bangsa Ironesia, prinsip-prinsip keadilan, etika dan moral yang menjadi landasan perjuangan dahulu.

*****
Apa yang terjadi di negeri Ironesia adalah merupakan suatu ironi, kondisi yang sesuai dengan nama negeri yang disandangnya. Entah disadari atau tidak, para pendiri bangsa Ironesia telah memberi nama negeri ini dengan nama yang tidak membawa keberuntungan. Konon nama Ironesia berasal dari kata "ironi" yang berarti suatu kejadian atau situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi dan "nesia" yang berasal dari kata nesos yang dalam bahasa Yunani berarti pulau. Bila kedua kata tersebut digabungkan maka dapat dimaknai sebagai "pulau-pulau yang tidak dapat memberikan apa yang seharusnya diberikan sesuai dengan potensi yang dimilikinya".
STS

STS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.